Jakarta, CNBC Indonesia– Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan likuiditas perbankan akhir-akhir ini cenderung menurun. Dia mengatakan, ada faktor internal yang menjadi pemicu kekeringan uang di Indonesia, seperti yang disampaikan oleh Presiden Joko Widodo.
“Kalau bicara likuiditas, likuiditas perbankan sedang menunjukkan tren menurun,” kata Josua seperti dikutip, Selasa (12/5/2023).
Josua mengatakan, karena faktor internal dalam negeri, permintaan kredit industri justru melambat. Merujuk pada beberapa survei permintaan dan penawaran pembiayaan perbankan, ia mengatakan sebagian besar sumber pembiayaan industri saat ini berasal dari sumber daya sendiri, sekitar 63%. “Bisnis masih mendapatkan pembiayaan dari sumber dayanya sendiri, sedangkan kebutuhan tambahan pembiayaan dari perbankan relatif menurun,” ujarnya.
Dia mengatakan, penurunan permintaan kredit perbankan disebabkan oleh kapasitas produksi industri dan kondisi perekonomian yang cenderung menurun. Dampaknya, kebutuhan pembiayaan dari korporasi hingga perbankan pun melambat.
Menurutnya, dalam kondisi permintaan kredit yang menurun, perbankan harus terus mencari cara untuk menghasilkan pendapatan. Oleh karena itu, penempatan dana pada Surat Berharga Bank Indonesia Rupiah (SRBI) menjadi salah satu opsi yang harus dilakukan perbankan.
Josua mengatakan, penempatan di SRBI dan instrumen pemerintah lainnya tidak ideal. Namun bank tidak mempunyai banyak pilihan ketika dihadapkan pada lesunya permintaan pinjaman. “Bagaimana kita bisa mengoptimalkan pembayaran kepada deposan jika kita tidak menempatkan dananya di BI atau instrumen pemerintah karena permintaan kredit itu sendiri masih terbatas,” ujarnya.
Sebelumnya, Presiden Jokowi menyoroti semakin keringnya peredaran uang di Indonesia. Ia mengingatkan hal ini dapat mengganggu sektor riil. Di hadapan ratusan bankir yang menghadiri Rapat Tahunan Bank Indonesia (PTBI), Jokowi mengaku mendapat keluhan dari para pengusaha terkait keringnya peredaran uang di perusahaan.
Kepala Ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro mengatakan pertumbuhan dana pihak ketiga atau DPK dan kredit perbankan akan rendah pada tahun ini, masing-masing sebesar 6%-8% dan 7%-9%. Sedangkan bank-bank besar mampu mengalahkannya sekitar 1% hingga 2%.
Menurut dia, kegagalan pertumbuhan simpanan dan pinjaman disebabkan oleh sikap hati-hati perbankan mengingat risiko tekanan ekonomi global akibat perang, harga komoditas yang fluktuatif, pelemahan perekonomian dan masih tingginya inflasi dan suku bunga acuan. dari bank sentral global. “Ini menjadi catatan karena sebenarnya selera penyaluran kredit masih cukup tinggi, namun perbankan akan sangat berhati-hati dalam melihat dan mengurangi risiko ketika melihat peluang,” kata Asmo.
Ketua Divisi UMKM Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Ronald Walla mengatakan, para pengusaha masih memantau perkembangan kondisi untuk mulai berinvestasi secara agresif. Ia mengatakan, faktor global dan Indonesia menjadi poin krusial yang harus diperhatikan oleh para pelaku usaha.
Pada pemilu 2024 mendatang, menurutnya para pengusaha akan mengambil sikap hati-hati dalam memulai investasi. “Pengusaha mengurangi investasi, wait and see karena sekarang adalah tahun politik. Masih banyak yang mempertanyakan aman atau tidak. Jadi keamanan Partai Demokrat akan meningkatkan kepercayaan investor untuk lebih cepat masuk ke Indonesia,” ujarnya. .
[Gambas:Video CNBC]
Artikel lain
Gubernur BI: Rupee adalah mata uang terbaik dunia
(mij/mij)
Quoted From Many Source